Blogger news

Loading

free all operator

Selasa, 16 April 2013

Analisis Kebijakan Publik Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 2 tahun 2010 tentang Wajib Belajar 12 (Dua belas) Tahun


Dalam pembuatan kebijakan publik, tidak dilakukan secara asal-asalan, namun melalui beberapa tahap. Tahapan dalam pembuatan kebijakan publik meliputi beberapa hal, yaitu:
1.      Formulasi kebijakan
Pembentukan hukum dan formulasi kebijakan berangkat dari realitas yang terjadi di dalam masyarakat. Dapat berupa aspirasi yang berkembang, masalah yang ada, tuntutan atas kepentingan perubahan-perubahan dan berakhir pada muara yang sama yaitu adanya aturan perundang-undangan tertentu atau sebuah alternatif solusi atas suatu masalah publik tertentu.


Formulasi kebijakan menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. PERDA nomor 2 tahun 2010 ini merupakan jawaban dari upaya peningkatan kualitas pendidikan di kabupaten kudus yang mana kebijakan ini mendahului kebijakan pemerintah yang baru akan melaksanakan kebijakan wajib belajar dua belas tahun pada tahun 2013.

Kualitas pendidikan suatu negara sangat mempengaruhi kemajuan negara tersebut, dan kualitas pendidikan yang harus ditingkatkan tersebut harus dimulai dari daerah-daerah. Masing-masing daerah telah mendapatkan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya berdasrakan prakarsa masing-masing.

Peraturan Daerah ini dibentuk dengan maksud untuk memberikan dasar hukum bagi penyelenggaraan Wajib Belajar 12 (dua belas) tahun dengan tujuan meningkatkan perluasan dan pemerataan memperoleh pendidikan minimal sampai ke jenjang pendidikan menengah bagi penduduk Kabupaten Kudus.


2.      Implementasi kebijakan
Implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika botton up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.
Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai:”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.
Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.
Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, tidak serta merta mengalami penerapan yang mulus, namun ada saja kendala dibalik penerapan suatu kebijakan. Ada kebaikan pasti disertai dengan kelemahan.


Pemerintah Kabupaten Kudus serius dalam upaya mewujudkan pendidikan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Kebijakan dengan mengeluarkan peraturan daerah (perda)nomor 2 tahun 2010, tentang  wajar 12 tahun. Disisi lain, langkah yang diambil tersebut memang patut mendapat apresiasi karena sebuah langkah berani untuk memajukan dunia pendidikan di wilayah kudus. Sementara Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas)baru akan mencanangkan wajib 12 tahun pada 2013 mendatang. Sedangkan yang saat ini wajib belajar hingga 9 tahun. Langkah berani kota kretek merupakan angin segar, yang tentunya bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.
Namun, setelah peraturan daerah tentang wajib belajar 12 tahun itu berjalan. Kenyataannya masih terdapat anak putus sekolah di wilayah kudus. Ironisnya, perosalan utama disebebkan oleh faktor ekonomi. Ditambah lagi, biaya sekolah sekarang ini terus meningkat dari waktu ke waktu membuat mereka sulit melanjutkan.
Beasiswa Siswa Miskin (BSM)yang dialokasikan melalui anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)yang jumlahnya miliaran rupiah, ternyata belum bisa mengatasi persoalan tersebut. Pada tahun 2011 ini saja, sebanyak 3,4 miliar telah disiapkan untuk mensukseskan progam wajib beajar 12 tahun. Kendati penyalurannya pun menyisakan persoalan, yang disebabkan oleh database yang tidak jelas. Akibatnya progam wajib belajar 12 tahun, yang semestinya bisa meningkatkan kualitas pendidikan justru rentan dengan penyelewengan. Disamping itu, dengan adanya peraturan daerah maka secara konstitusional harus dilaksanakan. Karena jika tidak, maka pemerintah bisa dibilang melanggar konstitusi.
Namun perlu di garis bawahi, meskipun masih terdapat anak putus sekolah di wilayah kudus tapi angka peningkatan peserta didik yang menempuh pendidikan di Kudus menunjukkan adanya peningkatan. Penduduk yang bersekolah secara umum mengalami fluktuasi selama periode tahun ajaran 2005/2006 – 2009/2010, hal ini dapat dilihat dari banyaknya murid di beberapa jenjang pendidikan yang mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tingkat pendidikan dasar yaitu SD (Negeri & Swasta) di tahun ajaran 2009/2010 jumlah murid yang bersekolah mengalami peningkatan sebesar 0,15 persen dibandingkan dengan tahun ajaran sebelumnya. Begitupun untuk pendidikan SLTP (Negeri & Swasta) mengalami kenaikan jumlah murid sebesar 1,49 persen sedangkan untuk SLTA (Negeri & Swasta) naik sebesar 3,54 persen.
Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Kudus ( Data Tahun 2011 )
No
Tingkat
Jumlah Sekolah
Jumlah Siswa
Jumlah Guru
1
TK
215
11.221
886
2
RA / BA
100
4.924
434
3
SD
471
65.610
5.029
4
SDLB
3
246
44
5
MI
138
21.424
1.879
6
SMP
47
21.705
1.113
7
SMPLB
1
59
23
8
SMP Terbuka
3
661
69
9
Mts
63
19.953
1.635
10
SMA
17
9.836
711
11
SMALB
1
17
16
12
SMA Terbuka
0
0
0
13
MA
29
9.781
897
14
SMK
25
10.848
832

  1. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan.
Evaluasi kebijakan dapat dinilai sebagai kelemahan dan kelemahan dari kebijakan tersebut. Setiap kebijakan dapat di nilai baik atau buruk tergantung paradigma seseorang.
Pada kebijakan Perda nomor 2 tahun 2010, sebenarnya dana senilai kurang lebih Rp 4 miliar telah dikucurkan. Meskipun belum bisa menggratiskan secara 100%, rakyat menilainya masih kurang terjangkau. Contohnya biaya sekolah bulanan seharga Rp.100.00 perbulan dan pemerintah menggratiskan 90% yang artinya biayanya hanya kurang Rp.10.000 saja masyarakata masih menganggapnya kurang.
Namun di sisi lain, tindakan pemerintah kabupaten Kudus untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan jenjang lulusan perlu mendapat acungan jempol. Seperti yang pernah diberitakan harian Sindo, Upaya BupatiKudus H Musthofa memajukan dunia pendidikan di Kota Kretek mulai membuahkanhasil. Salah satu buktinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Kudus dengan Satya Lencana di bidang pendidikan. Anugerah ini menjadi gambaran kalau kualitas pendidikan di Kudus memang memadai dan diakui kalangan pendidikan nasional. Perda ini, merupakan penjabaran dari tekad kuat Pemkab Kudus untuk meningkatkan mutu pendidikan. Bupati berharap, semua anak di Kudus harus bisa menyelesaikan pendidikan hingga ke tingkat menengah dengan biaya yang terjangkau namun berkualitas. Terkait hal itu, pemkab telah mengucurkan dana senilai Rp4 miliar. Dana tersebut untuk subsidi para siswa yang tidak mampu agar tidak menjadi putus sekolah.

0 komentar:

Posting Komentar