1. Kajian
filsafat politik secara historis
a. Klasik
Pada jaman klasik,
masih cenderung kepada tokoh sejarah seperti socrates,plato dan aristoteles,
kemudian mengenai konsep kekuasaan, kedaulatan negara dan hakikat hukum.
Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu
dan Phainarete adalah seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos,
filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Ajaran – ajaran Socrates
diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik.
Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan, filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles mencetuskan pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di athena. Saat itu berlaku konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam politica menegaskan tentang harus adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan ruang politik dengan ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan inti-inti mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik. Konsep mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.
Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan, filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles mencetuskan pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di athena. Saat itu berlaku konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam politica menegaskan tentang harus adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan ruang politik dengan ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan inti-inti mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik. Konsep mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.
b. Abad
pertengahan
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan
abad kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir,
sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya
diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila
terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka
filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat samapai pada hukuman
mati.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi
menjadi dua periode yaitu: periode Scholastic Islam dan periode Scholastik
Kristen. Para Scholastic Islamlah yang pertama mengenalkan filsafatnya
Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang-orang
barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam
(Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd
dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof eropa
yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar.
Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir
Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat. Kemudian yang kedua periode
Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga,
Yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik
Terakhir.
c. Modern/kontemporer
Dalam era
modern/kontemporer, terdapat beberapa filsuf diantaranya yaitu Thomas Hobbes
dan John locke.
Thomas
Hobbes
Dasar pemikiran filsuf
ini berakar pada empirisme. Menurutya, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang
akibat-akibat berdasrakan fakta yang bisa diamati. Ia berpendapat bahwa
filsafat anyak disusupi oleh gagasan religius dan objek filsafat adalh objek
yang bersifat lahiriah dan bergerak dengan cirinya masing-masing. Ia membagi
filsafat menjadi empat bidang yaitu filsafat geometri, filsafat fisika,
filsafat etika dan filsafat politik.
John
Locke
Menurut locke,kekuadaan
negara adalah terbatas dan tidak mutlak. Dan tujuan pemdirian negara adalah
untuk menjamin hak rakyatnya. Maka, peraturan harus mempunyai batasan. John
locek dalam bukunya letters of toleration menyatakan bhawa jangan menyamakan
antara agama dengan negara. Keduanya harus mempunyai pemisah karena tujuannya
berbeda.
2.
Ilmu politik
yaitu
realitas politik berdasarkan
justifikasi. Pusat perhatian ilmu politik yaitu
terhadap realitas atau peristiwa politik seperti perebutan kekuasaan,
kecenderungan memilih, hubungan antara kelas sosial dalam masyarakat dengan
partai politik dan teori yang menjelaskan realitas dari berbagai peristiwa
politik. Ilmu politik sebagai pengetahuan yang deskriptif tidak berkepentingan
dalam mempertanyakan tentang nilai yaitu pertanyaan benar dan salah dalam
pengertian etis, jadi nilai dianggap sebagai sesuatu yang dapat diabaikan atau
setidaknya hanya dilihat sebagai gagasan ideal.
Contoh: Ikut serta dalam pesta politik, Ikut
mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas,dll.
Teori politik
dalam teori politik yaitu menekankan pada realisasi praktek
politik. Teori politik juga merupakan kumpulan doktrin-doktrin tentang
organisasi masyarakat politik yang diinginkan, seperti liberalisme, sosialisme
atau anarkisme. Doktrin teori politik adalah deskripsi tentang kemungkinan
bentuk masyarakat yang dianggap baik dan tepat dan didalamnya juga terkandung
berbagai rencana dan program politik, dan karena itu sering diistilahkan
sebagai ideologi.
Contoh: seorang kepala
daerah telah menjabat selama dua kali periode, dan pada periode berikutnya, dia
menjabat lagi sebagai wakil kepala daerah. Jika mengacu pada teori machiavelli,
hal ini sah-sah saja karena untuk mempertahankan kekuasaan diperbolehkan
menggunkaan segala cara.
Filsafat politik
Yaitu menekankan pada landasan teori politik. Filsafat
politik juga menaruh perhatian terhadap doktrin-doktrin politik, namun berbeda
dengan teori politik, filsafat politik berkepentingan untuk memberikan landasan
kefilsafatan terhadap doktrin-doktrin normatif tersebut.
Asumsinya
adalah bahwa teori politik (dan sebenarnya juga teori-teori ekonomi dan sosial)
bisa saja tidak memiliki justifikasi rasional, atau hanya merupakan bentuk
rasionalisasi praktek politik, ekonomi dan sosial yang dikembangkan berdasarkan
kepercayaan semata melalui otoritas tertentu seperti agama. Karena
itu, perhatian filsafat politik diarahkan pada usaha memberikan kritik atau
justifikasi terhadap doktrin-doktrin atau teori-teori itu. Jadi, minat filsafat
politik dapat dibedakan dari teori politik dalam hal bahwa ada kebutuhan untuk
memberikan landasan rasional atas nilai-nilai, ideal-ideal dan prinsip-prinsip
yang memberikan bentuk pada teori atau doktrin itu.
Contoh:
pemikiran negara ideal menurut Plato, pemikiran kekuasaan merupakan amanah
tuhan dari aquinas, dll.
3. Pendekatan Pemecahan Masalah vs Pendekatan Kritis (Problem Solving vs
Critical Approach)
Problem Solving
|
Critical Approach
|
·
Menerima dan membantu memperkuat paradigma
pandangna politik dengan dominan
|
·
Menilai setiap kerangka kerja bagi tindakan
atau masalah yang oleh teori pemecahan masalah diambil sebagai ukurannya
|
pendekatan
pemecahan masalah (problem solving approach) dan pendekatan kritis (critical
approach) yang diajukan oleh Robert Cox. Tentu saja pendekatan semacam itu tidak sesuai dengan
cita rasa filsafat politik. Sifat dasar filsafat politik adalah kritis, dan teori kritis, sebagaimana dijelaskan
Robert Cox adalah,
berdiri terpisah
dari tata dunia yang berlaku…(teori kritis) tidak menerima begitu saja berbagai
institusi dan hubungan sosial dan kekuasaan, tetapi mempertanyakannya dengan
memusatkan perhatian pada asal-usulnya, pada bagaimana, dan apakah tata dunia
itu berada pada proses perubahan. Teori kritis diarahkan untuk menilai setiap
kerangka kerja bagi tindakan atau masalah yang oleh teori pemecahan masalah
diambil sebagai ukurannya.
Pendekatan kritis, menurut Cox, juga ”diarahkan pada
kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian yang
terpisah” (1986, p. 208). Teori yang berkembang dalam filsafat politik
karena itu juga mencerminkan kecenderungan untuk menyajikan formula yang dapat
dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai
keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau
ekonomi. Teori-teori filsafat politik yang berkembang baik yang mewakili kubu
utilitarianisme, persamaan liberal, libertarianisme, marxisme hingga feminisme
pada awalnya merupakan teori yang radikal karena menentang kerangka berpikir dan perilaku
politik yang mapan, meskipun pada perkembangan selanjutnya teori-teori itu bisa
menjadi ortodoxi dan dogma. Ketika mahasiswa menerima paradigma berpikir atau
kumpulan teori tertentu dalam aliran filsafat politik dan kemudian
mempertahankan aliran teori itu atau bekerja didalamnya untuk memberi
pembenaran terhadap tata sosial politik tertentu, maka mahasiswa telah menjauh
dari pendekatan kritis ini dan mulai memeluk pendekatan pemecahan masalah.
Contoh: - metode problem solving: pemikiran thomas
aquinas mengenai penerapan monarkhi yang dianggap ideal karena dengan penguasa tunggal, keanekaragaman
pandangan, tujuan, dan cita-cita negara yang bersifat destruktif dapat
dihindari.
-
Metode critical approach: pemikiran
thomas aquinas mengenai penerapan monarkhi yang tidak ideal karena hanya
terpacu pada kekauasaan satu orang saja, ibarat kata “kalimat yang dikeluarkan
raja adalah hukum”. Hal ini mengisyaratkan bahwa semuanya tergantung pada raja
tanpa memperhatikan hak dan kesejahteraan rakyat.
4.
a. Negara
ideal menurut Plato
Menurutnya, negara ideal menganut prinsip kebajikan
(virtue). Pandangan
Plato mengenai sebuah negara tidak jauh berbeda dengan Socrates, negara yang
baik adalah negara yang berpengetahuan dimana negara tersebut dipimpin oleh
orang yang bijak (the philosopher king). Dimana ciri dari negara yang bijak itu
adalah dipimpin oleh rezim aristokrat. Yang dimaksud aristokrat di sini
bukannya aristokrat yang diukur dari takaran kualitas, yaitu pemerintah yang
digerakkan oleh putera terbaik dan terbijak dalam negeri itu. Orang-orang ini
mesti dipilih bukan lewat pungutan suara penduduk melainkan lewat proses
keputusan bersama. Orang-orang yang sudah jadi anggota penguasa atau disebut
“guardian” harus menambah orang-orang yang sederajat semata-mata atas dasar
pertimbangan kualitas. Dari pemikirannya tersebut membawa dampak yang baik,
misalnya anak usia 10tahun keatas menjadi urusan negara, Dasar utama pendidikan anak-anak adalah Gymnastic(senam) dan
musik, selain diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Senam
dianggap dapat menyehatkan badan dan pikiran, maka tak heran tidak lama
kemudian muncul pepatah latin yakni mensana incorpore sanno. Untuk
umur 14-16 tahun anak diajarkan bermain musik, puisi serta mengarang untuk
menanamkan jiwa yang halus, budi yang halus dengan menjauhkan lagu-lagu yang
melemahkan jiwa serta mudah menimbulkan nafsu buruk. Usia 16-18 tahun diberikan
pelajaran matematika untuk membimbing jalan pikiran, selain diajarkan
dasar-dasar agama serta adab kesopanan, karena negara atau bangsa tidak akan
kuat jika tidak percaya terhadap Tuhan. Pada umur 20 tahun diadakan seleksi
yang lebih tinggi untuk mengikuti pendidikan mengenai adanya idea (ide)
dan dialektika dan mereka mendapat kesempatan untuk memangku jabatan yang lebih
tinggi.
Bagi Plato, kepentingan masyarakat harus lebih diutamkan daripada
kepentingan individu. Dengan demikian akan timbul rasa kolektivisme atau rasa
kebersamaan dariapada sifat individualisme.
b. Paham aliran
filsafat sosial yg tidak mengakui nilai-nilai kesusilaan, kemanusiaan,
keindahan, dsb, juga segala bentuk kekuasaan pemerintahan, semua orang berhak
mengikuti kemauannya sendiri. Filsafat nihilisme juga disebut filsafat
yang menolak adanya tuhan (ateisme yang tak percaya dengan adnaya tuhan.
Dampak dari adanya
nihilisme yaitu manusia hidup tanpa ada aturan yang mengikatnya, tanpa norma
kehidupan, hidup bebas tanpa kendali dari pemerintah karena mengikuti
kemauannya sendiri. Dan juga manusia hidup tanpa tuhan,tanpa agama.
c.
Plato menjadi anti demokrasi tidak terlepas dalam konteks sosio-hostoris
kehancuran Athena. Kehancuran Athena menurut Plato bukan hanya karena kekalahan
Athena dalam perang peloponesos. Kemenanagan Sparta atas Athena menunjukkan
prinsip-prinsip dari kenegaraan bersifat Aristokrat militeristik yang ternyata
lebih unggul dibandingakan dengan struktur kenegaraan Athena yang demokratis.
Inilah yang melahirkan karya-karya Plato dalam judul republik. Dalam buku ini
Plato secara tegas menunjukkan simpati dan kekagumannya kepada sistem
kenegaraan otoriter Sparta dan antipatinya kepada demokrasi. Plato menuduh
kehancuran Athena disebabkan akibat demokrasi yang lemah dan disintegrasi serta
tidak stabil.
Di
Negara demokrasi setiap orang berhak dan memiliki kebebasan dalam melakukan apa
yang dikehendakinya, tanpa ada kontrol yang ketat dari negara, karena adanya
kebebasan setiap orang berhak dalam mengkritik orang lain, terlepas apakah yang
di kritik tersebut rakyat atau negara. Bila kekuatan saling mengkritik tanpa
adanya control pemerintah, maka akan menimbulkan kekacauan social.
Selain hal itu Ketika gurunya dihukum mati oleh
pengadilan negara pada 399 SM, pelaksanaan
hukum mati tersebut membuat Plato benci kepada pemerintahan demokratis. Kematian gurunya membuat Plato enggan
bergelut di dunia politik, padahal sebagai keturunan aristokrat bukanlah hal
yang sulit untuk bergelut di dunia politik. Plato lebih memilih jalan hidup
layaknya sang guru, yakni menjadi Filosof.
5. Menurut aquinas, kekuasaan merupakan amanah dari
tuhan, haruslah digunakan untuk kebaikan bersama dan tidak dibenarkan untuk
kepentingan pribadi. Tugas penguasa yang utama adalah mengusahakan
kesejahteraan dan kebajikan hidup bersama. Penguasa dituntut untuk memungkinkan
rakyat memenuhi kebutuhan materialnya seperti sandang , pangan. Penguasa harus
merumuskan hukum yang berdasarkan prinsip hukum kodrat. Apabial bertentangan,
rakyat diberikan hak untuk menentangnya. Termasuk juga menjaga perdamaian,
apabila ada musuh masuk, penguasa harus mempertahankan negara.
Bentuk negara terbaik menurut aquinas adalah pemerintahan
oleh satu orang atau monarki. Dengan penguasa tunggal, keanekaragaman
pandangan, tujuan, dan cita-cita negara yag bersifat destruktif dapat
dihindari. Ia juga sesuai dengan hakikat hukum kodrat dimana alam selalau
diperintah oleh satu oknum. Untuk menghindar dari kekuasaan absolut, menurut
aquinas perlu diciptakan mekanisme berikut. Pertama, raja atau penguasa tunggal
yang akan memerintah negara harus diangkat berdasarkan pemilihan oleh pemimpin
masyarakat. Dengan cara ini, penguasa akan memiliki tanggungjawab terhadap
pelaksanaan kekuatan negara. Kedua, perlu adanya pembatasan untuk membatasi
kekuasaan penguasa tunggal yang bersangkutan. Ketiga, perlu ada pemilikan
kekuasaan secara bersama-sama.
0 komentar:
Posting Komentar